ABNORMALITAS
Kecemasan
berhubungan dengan sesuatu yang mengancam ataupun dirasa mengancam. Kecemasan terkadang
tidak jelas objeknya, mengapa seseorang bisa menjadi cemas. Seseorang sering
cemas terhadap sesuatu, dapat mengembangkan kepribadian yang “pencemas” (apapun
akan disikapi dengan kecemasan) sehingga akan menimbulkan gangguan.
Kecemasan
secara umum jika seseorang merasa khawatir karena menghadapi situasi yang tidak
bisa memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa mengharapkan suatu pertolongan,
dan tidak ada harapan yang jelas akan mendapatkan hasil (Sumadinata, 2004).
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan
sebagai keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis,
perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan keadaan khawatir yang mengeluhkan
sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, dkk. 2003).
Kecemasan
adalah suatu keadaan yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Fungsinya
adalah untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal dari ego yang
akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman
tidak diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara
rasional dan cara-cara langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang
tidak realistik, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego atau
defence mechanism (Freud & Corey, 2005).
Kecemasan
adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang disertai dengan
menigkatnya ketegangan fisiologis. Suatu dorongan yang menjadi perantara antara
suatu situasi yang mengancam dan perilaku menghidar. Kecemasan dapat diukur
dengan self report, dengan mengukur ketegangan fisiologis, dan dengan perilaku
yang tampak (davison, dkk. 2006).
2. Ciri-ciri Kecemasan
ð
Fisik
Gelisah,
gugup. Tangan dan angoota badan yang lain bergetar, banyak berkeringat, mulut atau kerongkongn terasa
kering, sulit bicara, sulit bernafas, jantung yang berdebar keras, pusing,
merasa lemas, mati rasa, sering buang air kecil.
ð
Kognitif
Khawatir
tentang sesuatu, perasaan tegang, keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan
segera terjadi tanpa alasan yang jelas, takut kehilangan kontrol, takut akan
tidak mampu mengatasi masalah, dll.
ð
Perilaku
Menghidar,
lekat dan dependen, terguncang, sensitif, mudah marah (Nevid, 2003)
3. Manifestasi Kecemasan
ð Kognitif (dalam pikiran individu)
ð Motorik ( dalam tingkah laku)
ð Somatik (dalam reaksi, baik fisik maupun biologis)
ð
Afektif ( dalam emosi
individu
4.
Jenis-jenis
Kecemasan Menurut Sigmund Freud
Kecemasan Realistik
Kecemasan Moral
Kecemasan Neurotik
ð Kecemasan
Realistik. Secara
normal, kecemasan realistik sering dialami dalam kehidupan sehari-hari. Sering
juga kecemasan realistik disebut degan ketakutan. Sumber dari kecemasan
realistik sangat jelas karena memang membahayakan secara fisik. Misalkan dalam
kondisi perang, terancam dengan binatang buas, dll.
ð Kecemasan
Moral. Kecemasan
moral tidak dirasakan dari dunia luar atau dari fisik. Tetapi dari dunia sosial
individu. Super ego yang sudah terintregasi dalam inidividu. Kecemasan moral
ini diantara lain adalah misalkan rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut
mendapat teguran maupun hukuman, dll.
ð Kecemasan
Neurotik. Kecamasan neurotik ini menimbulkan perasaan takut
yang muncul akibat rangsangan-rangsangan dari id. Induvidu akan menjadi gugup,
tidak mampu mengandalikan diri, perilaku, akal, bahkan pikiran. Kecemasan
neurotik merurpakan sumber terbanyak yang membuat individu terganggu secara
psikologis
B.
GANGGUAN
KEPRIBADIAN (PERSONALITY DISORDERS)
1.
Ditentukan oleh kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan peraturan masyarakat dan
harapan-harapan masyarakat.
2.
Gangguan kepribadian BUKAN karena Stres, akan tetapi bermula dari perkembangan pola kepribadian yang tidak
masak dan gangguan penyesuaian diri.
3.
Ciri-Ciri Klinis Gangguan Kepribadian
·
Hubungan
pribadi yang retak → hubungan yang tidak baik dengan orang lain, selalu
mengakhirinya dengan konflik, tidak bisa menjalin persahabatan
·
Berlangsung
lama → mengganggu orang lain ; polanya tetap dan berjangka waktu lama
·
Ada dan
sering berhubungan serta mempunyai dampak negatif manifest dalam perilaku
(misalnya kecanduan, merusak dan kriminal
·
Ada pola-pola
khusus seperti keras kepala, curiga, dan tertutup
·
Memberi kesan
ingin periksa pada ahli akan tetapi tidak ingin sembuh
·
Merasa
normal.
4.
Jenis-jenis Gangguan Kepribadian
DSM IV membagi Gangguan
Kepribadian menjadi 3 kelompok yaitu :
a.
Kelompok A, terdiri dari :
·
Gangguan Kepribadian
Paranoid
·
Gangguan
Kepribadian Skizoid
·
Gangguan
Kepribadian Skizotipa
Orang dengan gangguan ini seringkali
tampak aneh dan eksentrik.
b.
Kelompok B, terdiri dari :
·
Gangguan
Kepribadian Antisosial
·
Gangguan
Kepribadian Ambang (Borderline)
·
Gangguan Kepribadian
Histrionik
·
Gangguan
Kepribadian Narsistik
Orang dengan gangguan ini sering tampak
dramatik, emosional, dan tidak menentu.
c.
Kelompok C, terdiri dari :
·
Gangguan
Kepribadian Menghindar (Avoidance)
·
Gangguan
Kepribadian Dependen
·
Gangguan
Kepribadian Obsesif-Kompulsif
·
Gangguan
Kepribadian Yang Tidak Ditentukan
Orang dengan gangguan ini sering tampak
cemas atau ketakutan.
d.
Gangguan Kepribadian Paranoid
Ciri-cirinya adalah individu mempunyai pribadi yang kaku, curiga,
cemburu, iri, hipersensitif, mudah marah, cenderung menyalahkan orang lain,
kesepian dalam persahabatan, dan rasa humornya rendah.
e.
Gangguan Kepribadian Skizoid
Ciri-cirinya adalah adanya “Social Withdrawl”, suka menyendiri, diam
dan tak ramah, sulit mengekspresikan kemarahan.
f.
Gangguan Kepribadian Skizotipal
Ciri-cirinya individu kadang menunjukkan ciri seperti “Simple
Skizofrenia”. Individu merasa dapat “tembus pandang”, komunikasi dan cara
berpikir mengalami hambatan.
g.
Gangguan Kepribadian Menghindar (Avoidance)
·
selalu
menghindari penolakan dan penghinaan orang lain, sehingga malas berhubungan
dengan orang lain
·
merasa
sendirian, rendah diri, dan distres, serta hubungan dengan orang lain negatif
·
kriteria
diagnosis yaitu perpaduan dari 2 kategori yaitu Skizoid dan Dependen.
h.
Gangguan Kepribadian Dependen
·
Ada
ketergantungan yang ekstrem, ada kegelisahan
·
Perilakunya
normal jika tidak dituntut untuk melakukan sendirian (ingin selalu ditemani).
i.
Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif
·
Ada perhatian
yang berlebihan terhadap aturan, perintah, dan efisiensi
·
Perilakunya
hati-hati, patuh, dan kaku
·
Ada
pikiran-pikiran yang selalu muncul dan diwujudkan dalam tindakan dan individu
tidak dapat mengontrolnya.
j.
Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif
Cirinya adalah mengekspresikan sikap permusuhan secara tidak langsung.
k.
Gangguan Kepribadian Histrionik
·
Ciri-ciri
khususnya : tidak masak, kegembiraan yang berlebihan, emosi yang tidak stabil,
harapan tinggi, penyesuaian seksual rendah, perasaan tidak mampu, dan pikiran
dangkal
·
Keluhan fisik
dalam rangka mencari perhatian dan jika gagal perasaannya sangat peka dan marah
yang meledak-ledak. Contoh : anak PUNK, remaja yang memakai anting-anting di
lidah.
l.
Gangguan Kepribadian Narsistik
·
Ada
ketergantungan, rasa rendah diri, menghindari hubungan yang dalam, sulit mencintai,
sering menekan orang lain
·
Gangguan ini
lebih banyak dialami oleh laki-laki.
m.
Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline)
Gejalanya meliputi gangguan afeksi, secara tiba-tiba keluar dari
realita (Skizofrenia), mengalami delusi, ilusi, pikiran aneh, tingkah lakunya
sering impulsif, pikiran kosong, bosan, mudah frustasi, serta merusak diri.
C. GANGGUAN
PENYALAHGUNAAN OBAT
1. Penggolongan Gangguan yang Berkaitan dengan Zat
DSM-IV menggolongkan gangguan ini
dalam dua kategori :
a.
Gangguan Penggunaan Zat (substance use disorders)
Penggunaan
maladaptif dari zat psikoaktif, tipe gangguan ini mencakup gangguan
penyalahgunaan zat (substance abuse) dan gangguan ketergantungan zat (substance
dependence).
b.
Gangguan Akibat Penggunaan Zat (subtance induced disorders)
Gangguan
fisiologis ataupun psikologis yang muncul karena penggunaan zat psikoaktif,
seperti intoksikasi, gejala putus zat, gangguan mood, delirium, demensia,
amnesia, gangguan psikotik, gangguan kecemasan, disfungsi seksual, dan gangguan
tidur.
2. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat/Obat.
a. Penyalahgunaan
(substance abuse)
Berdasarkan DSM seseorang dapat dikategorikan penyalahgunaan zat/obat
jika melibatkan pola penggunaan berulang dan menghasilkan konsekuensi yang
merusak atau menimbulkan masalah dalam hidupnya. Konsekuensi merusak bisa
termasuk :
·
Kegagalan
memenuhi kewajiban yang utama (misalnya sebagai siswa, orang tua, pekerja)
·
menggunakan
obat-obatan pada dengan atau saat situasi berbahaya (seperti mencampur minuman
dan penggunaan obat atau menyetir mobil sambil mabuk)
·
behadapan
dengan hukum berulangkali karena penggunaan obat (contoh: penangkapan karena
perilaku yang buruk)
·
memiliki
masalah interpersonal/masalah sosial yang diakibatkan oleh penggunaan obat
(contoh: pertengkaran rumah tangga, perkelahian).
b. Ketergantungan
zat (substance dependence)
Bentuk
gangguan penggunaan yang lebih parah, terkait dengan ketergantungan fisiologis
atau penggunaan zat secara Kompulsif. Ketergantungan zat didefinisikan sebagai
pola penggunaan maladaptive yang menyebabkan kerusakan signifikan atau
distress, sebagaimana ditunjukan oleh Karakteristik Diagnostik berikut ini :
1.
Toleransi pada zat (kebutuhan untuk
meningkatkan dosis, berkurangnya efek secara drastis)
2.
Simtom-simtom putus zat
3.
Penggunaan dosis zat yang lebih besar
atau untuk periode waktu yang lebih lama daripada yang diinginkan orang yang
bersangkutan
4.
Keinginan yang terus ada untuk
mengurangi atau mengendalikan penggunaan zat atau kurang berhasil saat mencoba
melakukan self control.
5.
Menghabiskan banyak waktu untuk
aktivitas memperoleh zat (misalnya mengunjungi dokter untuk mendapatkan resep
atau terlibat dalam pencurian)
6.
Individu telah mengurangi atau
menghindari aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional.
7.
Penggunaan zat tetap berlanjut meski
terdapat bukti-bukti adanya masalah psikologis atau fisik yang diakibatkan obat
tersebut.
3. Jalan Menuju Ketergantungan Zat/obat
Orang yang mengalami ketergantungan zat, digambarkan melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Eksperimentasi
Orang yang mengalami ketergantungan zat, digambarkan melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Eksperimentasi
Pada tahap ini, orang yang menggunakan zat
akan merasa nyaman, euforik, dan yakin
bahwa mereka dapat berhenti kapan saja.
b. Penggunaan rutin
b. Penggunaan rutin
Pada tahap ini, orang yang tergantung zat
akan memfokuskan diri pada bagaimana mendapatkan, dan menggunakan obat. Pada
tahap ini, mereka akan mengabaikan nilai diri, keluarga, sekolah, atau
pekerjaan.
c. Adiksi atau ketergantungan
c. Adiksi atau ketergantungan
Pada tahap ini, orang akan merasa tidak
berdaya menolak obat, baik karena mereka ingin mengalami efek obat atau karena
ingin menghindari konsekuensi putus zat.
4. Jenis Obat/zat yang Disalahgunakan
Ada tiga kelompok besar dari zat psikoaktif yang disalahgunakan, yaitu
:
a. Depresan
Obat yang menghambat atau mengekang aktivitas sistem saraf pusat. Obat ini mengurangi perasaan tegang dan cemas, menyebabkan gerakan melambat, dan merusak proses kognitif. Dalam dosis tinggi, obat dapat menahan fungsi vital dan menyebabkan kematian. Ada beberapa tipe depresan, yaitu : Alkohol, Barbiturat, Opioid/Narkotik.
a. Depresan
Obat yang menghambat atau mengekang aktivitas sistem saraf pusat. Obat ini mengurangi perasaan tegang dan cemas, menyebabkan gerakan melambat, dan merusak proses kognitif. Dalam dosis tinggi, obat dapat menahan fungsi vital dan menyebabkan kematian. Ada beberapa tipe depresan, yaitu : Alkohol, Barbiturat, Opioid/Narkotik.
b. Stimulan
Obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Beberapa obat jenis ini menyebabkan perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulan adalah Amfetamin, Ekstasi, Kokain, Nikotin.
Obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Beberapa obat jenis ini menyebabkan perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulan adalah Amfetamin, Ekstasi, Kokain, Nikotin.
c. Halusinogen/psychedelics
Golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran.
Golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran.
ð Lysergic
acid diethylamide/LSD, merupakan obat halusinogen
sintetis. Orang yang menggunakan obat ini dapat merasa takut kehilangan
kendali/kewarasan, takut akan kematian.
ð Phencyclidine/PCP, awalnya dikembangkan sebagai anastetik. PCP dapat menyebabkan
halusinasi, mempercepat detak jantung, tekanan darah, keringat berlebih,
menyebabkan kondisi delirium, memiliki dampak disosiatif, rasa kantuk, tatapan
kosong, kejang, koma, paranoia, perilaku agresif, dan kecelakaan akibat
distorsi persepsi.
ð Mariyuana, berasal dari tanaman Cannabis sativa. Dosis rendah dari obat ini
dapat menyebabkan rasa santai. Dosis tinggi dari penggunaan obat ini dapat
menyebabkan halusinasi visual, meningkatnya sensasi seksual, disorientasi,
mual, muntah, kecemasan, kebingungan, kerusakan intelektual, merusak persepsi,
koordinasi motorik, merusak ingatan jangka pendek, memperlambat kemampuan
belajar.
5. faktor faktor penyebab
1) Perspektif Biologis
a. Neurotransmitter
Obat-obatan seperti nikotin, alkohol, amfetamin, heroin, kokain, dan mariyuana memiliki efek yang menyenangkan dengan meningkatkan konsentrasi dopamin dalam otak, yaitu jaringan neuron yang berpengaruh pada perasaan nikmat (perasaan nikmat jika kita menang lomba, menikmati makanan lezat, atau karena stimulasi seksual). Perasaan nikmat karena penggunaan obat dapat berupa kebahagiaan ringan hingga euforia. Meningkatnya konsentrasi dopamine menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor pada neuron dimana dopamin berada dan mengurangi kemampuan otak untuk memproduksi dopamin sendiri.
b. Genetis
Penggunaan obat cenderung menurun pada keluarga. Orang yang memiliki orangtua alkoholisme, cenderung memetabolisme alkohol lebih cepat. Metabolisme yang lebih cepat dapat menyebabkan seseorang dapat menoleransi penggunaan alkohol.
1) Perspektif Biologis
a. Neurotransmitter
Obat-obatan seperti nikotin, alkohol, amfetamin, heroin, kokain, dan mariyuana memiliki efek yang menyenangkan dengan meningkatkan konsentrasi dopamin dalam otak, yaitu jaringan neuron yang berpengaruh pada perasaan nikmat (perasaan nikmat jika kita menang lomba, menikmati makanan lezat, atau karena stimulasi seksual). Perasaan nikmat karena penggunaan obat dapat berupa kebahagiaan ringan hingga euforia. Meningkatnya konsentrasi dopamine menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor pada neuron dimana dopamin berada dan mengurangi kemampuan otak untuk memproduksi dopamin sendiri.
b. Genetis
Penggunaan obat cenderung menurun pada keluarga. Orang yang memiliki orangtua alkoholisme, cenderung memetabolisme alkohol lebih cepat. Metabolisme yang lebih cepat dapat menyebabkan seseorang dapat menoleransi penggunaan alkohol.
2) Perspektif Belajar
Teoretikus belajar meyakini bahwa penggunaan zat itu adalah perilaku yang dipelajari, dan pada prinsipnya dapat dihentikan atau dikembalikan ke bentuk semula.
Teoretikus belajar meyakini bahwa penggunaan zat itu adalah perilaku yang dipelajari, dan pada prinsipnya dapat dihentikan atau dikembalikan ke bentuk semula.
a. Operant Conditioning
Orang belajar bahwa ketika mereka
menggunakan obat atau zat, mereka memperoleh
reinforcement positif, berupa rasa nyaman, senang, nikmat, hilang kecemasan,
atau ketegangan. Mereka juga belajar bahwa jika mereka berhenti menggunakan
obat atau zat, mereka akan memperoleh reinforcement negatif, berupa rasa sakit
atau nyeri. Oleh karena itu, perilaku penggunaan obat atau zat akan terus
dilakukan.
b. Classical Conditioning
Isyarat yang berhubungan dengan obat, seperti melihat atau mencium aroma dari minuman beralkohol atau melihat jarum dan suntikan, dapat menjadi stimuli yang terkondisi dan membangkitkan respon terkondisi.
c. Belajar Observasional
Orang yang mengkonsumsi obat atau zat, biasanya belajar dari ayah, ibu, atau orang lain dalam lingkungan terdekatnya.
Isyarat yang berhubungan dengan obat, seperti melihat atau mencium aroma dari minuman beralkohol atau melihat jarum dan suntikan, dapat menjadi stimuli yang terkondisi dan membangkitkan respon terkondisi.
c. Belajar Observasional
Orang yang mengkonsumsi obat atau zat, biasanya belajar dari ayah, ibu, atau orang lain dalam lingkungan terdekatnya.
3)
Perspektif Kognitif
Adanya harapan atau keyakinan yang salah, yaitu bahwa zat dan obat dapat mengurangi ketegangan, membantu orang lepas dari masalah, mengurangi kecemasan, terlihat keren di mata orang lain, dan meningkatkan self efficacy.
Adanya harapan atau keyakinan yang salah, yaitu bahwa zat dan obat dapat mengurangi ketegangan, membantu orang lepas dari masalah, mengurangi kecemasan, terlihat keren di mata orang lain, dan meningkatkan self efficacy.
4)
Perspektif Psikodinamika.
Teoretikus psikodinamika memandang bahwa minum alkohol, merokok, atau konsumsi obat lainnya merupakan usaha untuk mencapai kepuasan oral (fiksasi tahap oral dalam perkembangan psikoseksual).
Teoretikus psikodinamika memandang bahwa minum alkohol, merokok, atau konsumsi obat lainnya merupakan usaha untuk mencapai kepuasan oral (fiksasi tahap oral dalam perkembangan psikoseksual).
5)
Perspektif Sosiokultural
Penggunaan zat atau obat di lingkungan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku diri sendiri.
Penggunaan zat atau obat di lingkungan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku diri sendiri.
6. Pendekatan
penanganan ketergantungan dan penyalahgunaan obat/zat
1)
Pendekatan Biologis
• Detoksifikasi
• Detoksifikasi
Dilakukan
dalam rumah sakit. Dalam detoksifikasi, obat antikecemasan akan diberikan untuk mengatasi efek dari putus
zat. Detoksifikasi biasanya memerlukan waktu satu minggu. Detoksifikasi ini
hanyalah langkah awal dari penanganan.
• Disulfiram
Diberikan bersama dengan alkohol sebagai terapi. Perpaduan disulfiram dan alkohol dapat menyebabkan mual, sakit kepala, percepatan jantung, muntah, dan tekanan darah menurun drastis. Sehingga diharapkan dengan pemberian disulfiram, orang akan berhenti mengkonsumsi alkohol. Namun, obat ini memiliki dampak beracun pada orang dengan penyakit liver (penyakit yang sering terjadi pada pengguna alkohol).
• Terapi pengganti nikotin dilakukan dengan penggunaan pengganti nikotin dalam bentuk permen karet Nicorette dan obat antirokok tanpa dasar nikotin.
• Program pemantapan metadon
Metadon adalah opiate sintetis yang mengurangi ketagihan heroin dan membantu mencegah gejala tidak menyenangkan yang menyertai putus zat. Namun, metadon sangat adiktif, sehingga penggunaannya perlu diawasi secara ketat.
• Disulfiram
Diberikan bersama dengan alkohol sebagai terapi. Perpaduan disulfiram dan alkohol dapat menyebabkan mual, sakit kepala, percepatan jantung, muntah, dan tekanan darah menurun drastis. Sehingga diharapkan dengan pemberian disulfiram, orang akan berhenti mengkonsumsi alkohol. Namun, obat ini memiliki dampak beracun pada orang dengan penyakit liver (penyakit yang sering terjadi pada pengguna alkohol).
• Terapi pengganti nikotin dilakukan dengan penggunaan pengganti nikotin dalam bentuk permen karet Nicorette dan obat antirokok tanpa dasar nikotin.
• Program pemantapan metadon
Metadon adalah opiate sintetis yang mengurangi ketagihan heroin dan membantu mencegah gejala tidak menyenangkan yang menyertai putus zat. Namun, metadon sangat adiktif, sehingga penggunaannya perlu diawasi secara ketat.
2) Pendekatan Psikodinamika
Dilakukan dengan terapi yang dapat menemukan, mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik yang mendasari.
Dilakukan dengan terapi yang dapat menemukan, mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik yang mendasari.
3) Pendekatan Behavioral
Memutuskan pola perilaku penyalahgunaan zat dan menguatkan perilaku yang lebih adaptif
• Strategi self control berfokus membantu orang mengembangkan keterampilan yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku. Dikenal memodifikasi “ABC” dari penyalah gunaan obat.
- Anteseden/stimulus –> menyingkirkan stimulus eksternal (obat, alkohol, rokok, menghindari lingkungan yang negatif) mengendalikan pemicu internal (dilakukan dengan relaksasi, mencari bantuan jika merasa depresi)
- Behavior –> mengendalikan keinginan untuk mengkonsumsi obat atau alcohol.
- Consequences –> memberikan konsekuensi negatif jika mengkonsumsi obat atau alkohol.
• Aversive conditioning, stimulus aversif / tidak menyenangkan diberikan bersamaan dengan konsumsi obat atau zat. Misal, alkohol dipasangkan dengan zat kimia yang menyebabkan mual atau muntah.
• Pelatihan keterampilan sosial, misalnya belajar bersikap asertif untuk menolak ajakan teman untuk mengkonsumsi obat atau zat.
• Pelatihan pencegahan kambuh merupakan teknik kognitif behavioral yang berfokus pada interpretasi seseorang akan kemungkinan kambuh. Misalnya berlatih mengenali situasi apa yang dapat membuat mereka kambuh dan bagaimana cara mengatasinya.
Memutuskan pola perilaku penyalahgunaan zat dan menguatkan perilaku yang lebih adaptif
• Strategi self control berfokus membantu orang mengembangkan keterampilan yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku. Dikenal memodifikasi “ABC” dari penyalah gunaan obat.
- Anteseden/stimulus –> menyingkirkan stimulus eksternal (obat, alkohol, rokok, menghindari lingkungan yang negatif) mengendalikan pemicu internal (dilakukan dengan relaksasi, mencari bantuan jika merasa depresi)
- Behavior –> mengendalikan keinginan untuk mengkonsumsi obat atau alcohol.
- Consequences –> memberikan konsekuensi negatif jika mengkonsumsi obat atau alkohol.
• Aversive conditioning, stimulus aversif / tidak menyenangkan diberikan bersamaan dengan konsumsi obat atau zat. Misal, alkohol dipasangkan dengan zat kimia yang menyebabkan mual atau muntah.
• Pelatihan keterampilan sosial, misalnya belajar bersikap asertif untuk menolak ajakan teman untuk mengkonsumsi obat atau zat.
• Pelatihan pencegahan kambuh merupakan teknik kognitif behavioral yang berfokus pada interpretasi seseorang akan kemungkinan kambuh. Misalnya berlatih mengenali situasi apa yang dapat membuat mereka kambuh dan bagaimana cara mengatasinya.
4)
Pendekatan Lainnya
• Kelompok pendukung nonprofessional
yaitu suatu kelompok dimana anggotanya pernah mengalami hal yang sama. Mereka melakukan pertemuan, dengan tujuan untuk memberi kesempatan para anggotanya untuk mendiskusikan perasaan dan pengalaman mereka.
• Pendekatan residensial
adalah penanganan di rumah sakit atau pusat rehabilitasi. Penanganan ini dilakukan jika orang tidak tahan terhadap gejala putus zat, atau tidak dapat mengendalikan perilaku mereka yang destruktif.
• Kelompok pendukung nonprofessional
yaitu suatu kelompok dimana anggotanya pernah mengalami hal yang sama. Mereka melakukan pertemuan, dengan tujuan untuk memberi kesempatan para anggotanya untuk mendiskusikan perasaan dan pengalaman mereka.
• Pendekatan residensial
adalah penanganan di rumah sakit atau pusat rehabilitasi. Penanganan ini dilakukan jika orang tidak tahan terhadap gejala putus zat, atau tidak dapat mengendalikan perilaku mereka yang destruktif.
DAFTAR
PUSTAKA
Nevid, J.S.,
Rathus, S.A.,& Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Kelima Jilid 2
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga
Maslim Rusdi,Dr. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Nuh Jaya
Kartono, Kartini. (2009) Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Cetakan ketujuh. Bandung: Mandar Maju
Eleanora, Novita. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba serta Usaha Pencegahan dan Penanggulanganya [Jurnal]. Fakultas hukum Universitas MPU Tantular Jakarta
Chaplin, J.P.,(1997). Kamus Lengkap Psikologi, terjemahan Kartono, kartini, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Maslim Rusdi,Dr. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Nuh Jaya
Kartono, Kartini. (2009) Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Cetakan ketujuh. Bandung: Mandar Maju
Eleanora, Novita. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba serta Usaha Pencegahan dan Penanggulanganya [Jurnal]. Fakultas hukum Universitas MPU Tantular Jakarta
Chaplin, J.P.,(1997). Kamus Lengkap Psikologi, terjemahan Kartono, kartini, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar