Kamis, 16 Oktober 2014

Abnormalitas



ABNORMALITAS

A. Gangguan Kecemasan (Anxietas)
            a. Definisi Gangguan Kecemasan
                        Anxiety menurut kamus psikologi adalah
1.      Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
2.      Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan.
3.      Kekhwatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap.
4.      Satu dorongan sekunder mencakup satu reaksi penghindaran yang dipelajari.[1]
Anxietas adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan adalah respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai proporsi ancaman, atau apabila datangnya tanpa ada penyebabnya. Dalam bentuknya yang ekstrem kecemasab dapat mengganggu keseharian individu.[2]
            b. Jenis-Jenis Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasa mencakup sekelompok gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama (kecemasan merata dan gangguan panik) atau kecemasan dialami bilamana individu berupaya mengendalikan perilaku maladaptif tertentu (gangguan phobia dan obsesif kompulsif).[3]
1.      Gangguan Kecemasan Merata dan Gangguan Panik
Gangguan kecemasan merata (menyeluruh) merupakan kekhawatiran yang menetap dan tidak dapat dikontrol, seringkali terhadap hal-hal kecil.[4] Seseorang yang menderita gangguan kecemasan merata (generalized anxiety disorder) setiap hari dalam keadaan tegang. Selalu merasa serba salah atau khawatir dan cenderung memberi reaksi yang berlebihan terhadap stress ringan. Di samping itu, individu tersebut sulit sekali konsentrasi dalam mengambil sebuah keputusan. Biasanya keluhan fisik yang sering terjadi antara lain; tidak tenang, tidur terganggu, kelelahan, sakit kepala, pening, dan jantung berdebar-debar.
Orang yang menderita kecemasan merata mungki juga mengalami serangan panik (panic attacks), yaitu keadaan tiba-tiba yang penuh dengan keprihatinan atau teror yang akut dan meluap-luap. Pada saat serangan panik individu merasa yakin bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, biasanya disertai dengan gejala seperti jantung berdebar-debar, berkeringat, dan mual.
2.      Gangguan Phobia
Kata phobia diawali dengan kata-kata dalam bahasa Yunani yang menyebutkan objek atau situasi yang ditakuti. Kata phobia diambil dari nama dewa Yunani Phobos, yang takut kepada musuh-musuhnya.
Menurut kamus psikologi, phobia adalah suatu ketakutan yang kuat, terus-menerus, dan irrasional, yang ditimbulkan oleh satu perangsanga atau situasi khusus. Orang dengan gangguan phobia tidak kehilangan kontak dengan realitas, mereka biasanya tahu bahwa ketakutan mereka itu berlebihan dan tidak pada tempatnya.
Phobia terbagi kepada beberapa tipe, yaitu:
·         Phobia Spesifik
Merupakan suatu ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi spesifik, seperti ketakutan terhadap ketinggian (acrophobia), takut terhadap tempat tertutup (claustraphobia), atau ketakutan terhadap binatang tertentu (zoophobia).
·         Phobia Sosial
Phobia sosial sering juga disebut dengan gangguan kecemasan sosial, yaitu ketakutan yang intens terhadap situasi sosial sehingga mereka mungkin sama sekali menghindarinya, atau menghadapinya tetapi dengan disress yan besar. Secara umum phobia sosial ini sering dikatakan dengan demam panggung atau cemas berbicara. Phobia sosial tipikal bermula pada masa kanak-kanak atau remaja dan sering diasosiasikan dengan riwayat rasa malu (USDHHS, 1999a). Pemalu kemungkinan merepresentasikan suatu predisposisi yang membuat orang menjadi rentan untuk mengembangkan phobia sosial bila berhadapan dengan situasi-situasi penuh stress, seperti perjumpaan sosial yang traumatis
·         Agoraphobia
Berasal dari bahasa Yunani yang berati takut terhadap pasar, yang sugestif untuk ketakutan berada di tempat terbuka dan ramai. Agoraphobia melibatkan ketakutan terhadap tempat-tempat atau situasi-situasi yang memberi kesulitan atau membuat malu seseorang untuk kabur bila terjadi simtom-simtom panic atau suatu serangan panic yang parah atau ketakutan kepada situasi dimana bantuan mungkin tidak bisa didapatkan bila masalah tersebut terjadi. Agoraphobia lebih umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki (USDHHS, 1999a).
3.      Gangguan Obsesif-Kompulsif
Obsesi adalah suatu pikiran atau gambaran yang muncul berulang-ulang dan tidak dapat dikendalikan oleh individu. Kompulsi adalah suatu tingkalh laku yang repetitif dan ritualistic yang individu rasa harus dilakukan.
Penderita gangguan Obsesif-Kompulsif merasakan keterpaksaan berpikir tentang hal-hal yang tidak ingin mereka pikirkan atau melakukan hal-hal yang tidak mereka inginkan. Obsesi merupakan gangguan terus-menerus dari pikiran  atau bayangan yang tidak diinginkan. Kompulsi adalah desakan tidak tertahankan untuk melakukan tertentu. Pikiran osesif dapat dikaitkan dengan tindakan kompulsif. Misalnya pikiran  penderita tentang kuman penyakit, maka perilaku kompulsinya adalah mencuci alat-alat makan berkali-kali sebelum dipakai (Atkinson dkk.1992).
Pada penderita Osesif-Kompulsif, pikiran mencekam dan desakan untuk melakukan sesuatau telah memenuhi benaknya tetapi tidak dapat mengendalikannya dengan baik. Penderita ini bisa menjadi cemas jika mencoba menahan kompulsinya, dan merasa lega begitu tindakannya dilakukan.
B. Gangguan Kepribadian
            a. Definisi Gangguan Kepribadian
Merupakan pola perilaku atau cara berhubungan dengan orang lain yang benar-benar kaku. Kelakuan tersebut menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri terthadap tuntutan eksternal, sehingga pola tersebut pada akhirnya bersifat self-defeating. Trait-trait kepribadian yang terganggu menjadi jelas dimasa remaja atau awal masa dewasa dan terus berlanjut disepanjang kehidupan dewasa, semakin mendalam dan mengakar sehingga sulit untuk diubah. Tanda-tanda peringatan akan adanya gangguan kepribadian dapat dideteksi pada masa kanak-kanak atau usia prasekolah. Anak-anak dengan gangguan psikologis atau perilaku bermasalah di masa kanak-kanak, seperti gangguan tingkah laku, depresi, kecemasan dan ketidakmatangan, lebih besar resikonya dibandingkan dengan resiko rata-rata untuk mengembangkan gangguan kepribadian dikemudian hari (Berstein, dkk, 2001).
            b. Tipe Gangguan Kepribadian
DSM (Diagnostic Statistic Mental) membagi gangguan kepribadian menjadi tiga kelompok, yaitu:
Kelompok A
Orang yang dianggap aneh atau eksentrik. Kelompok dengan gangguan ini memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, menunjukkan sedikit/tidak ada minat dalam mengembangkan hubungan sosial.
·         Gangguan Kepribadian Paranoid
Merupakan tipe gangguan kepribadian, di mana individu selalu merasa curiga yang pervasive dan kecenderungan untuk menginterpretasikan perilaku orang lain sebagai hal yang mengancam/merendahkan.
·         Gangguan Kepribadian Skizoid
Seringkali digambarkan sebagai penyendiri, orang dengan kpribadian skizoid kehilangan minat pada hubungan sosial. mereka cenderung mencari pekerjaan yang memerlukan sedikit kontak sosial. memiliki keterampilan sosial yang lemah, dan tidak menunjukkan perlunya perhatian atau peneriaan orang.
·         Gangguan Skizotipal
Merupakan gangguan kepribadian, di mana individu sulit dalam membina hubungan dekat dengan orang lain, sikap, serta pola pikirnya aneh atau ganjil, namun hal ini belum termasuk ke dalam skizofrenia.
Mereka dapat menjadi angat cemas dalam situasi sosial, bahkan saat berinteraksi dengan orang yang mereka kenal.
                        Kelompok B
Orang dengan perilaku terlalu dramatis, emosional, atau eratik (tidak tertentu).  Pola perilakunya berlebihan, tidak dapat diramalkan.
·         Gangguan Kepribadian Antisosial
Ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang rendah ketika dihadapkan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah atau penyesalan atas kesalahan yang mereka lakukan.
·         Gangguan Kepribadian Ambang
Merupakan suatu gangguan kepribadian yang menyebabkan penderita tidak memiliki rasa diri yang jelas dan konsisten serta tidak pernah memiliki kepastian dalam nila-nilai loyalitas, dan pilihan mereka. Merka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut bahwa mereka akan diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan kosong yang kronis, mereka seringkali mencoba bunuh diri.
·         Gangguan  Kepribadian Histrionik
Melibatkan emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk menjadi pusat perhatian. Orang dengan gangguan kepribadian histrionik cenderung dramatis dan emosional, namun emosi mereka tampak dangkal, dibesar-besarkan, dan mudah berubah. Mereka cenderung menunut agar orang lain memenuhi kebutuhan mereka akan perhatian dan berperan sebagai korban saat orang lain mengecewakan mereka.
·         Gangguan Kepribadian Narsistik
Orang dengan gangguan ini memiliki rasa bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan kebutuhan yang ekstrem akan pemujaan. Individu dengan gangguan ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk kepentingan kepribadiannya.


                        Kelompok C
                        Orang yang seringkali tampak cemas atau ketakutan, diantaranya:
·         Gangguan Kepribadian Menghindar
Sangat takut akan penolakan dan kritik sehingga mereka umumnya tidak ingin memasuki hubungan tanpa adanya kepastian akan penerimaan.
·         Gangguan Kepribadian Dependen
Orang dengan gangguan ini merasa sangat sulit melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
·         Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif
Individu dengan gangguan kepribadian ini sangat terpaku pada kebutuhan akan kesempurnaan sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan segala sesuatu tepat waktu. Mereka berfokus pada detail yang orang lain anggap sebagai hal yang kurang penting. Mereka memaksa melakukan hal-hal sesuai dengan cara mereka sendiri daripada berkompromi.
C. Gangguan Penyalahgunaan Obat
            Penggolongan Gangguan yang Berkaitan dengan Zat. DSM-IV menggolongkan gangguan ini dalam dua kategori :
1.      Gangguan Penggunaan Zat (substance use disorders)
Penggunaan maladaptif dari zat psikoaktif, tipe gangguan ini mencakup gangguan penyalahgunaan zat (substance abuse) dan gangguan ketergantungan zat (substance dependence).
2.      Gangguan Akibat Penggunaan Zat (subtance induced disorders)
Gangguan fisiologis ataupun psikologis yang muncul karena penggunaan zat psikoaktif, seperti intoksikasi, gejala putus zat, gangguan mood, delirium, demensia, amnesia, gangguan psikotik, gangguan kecemasan, disfungsi seksual, dan gangguan tidur.
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat/Obat.
  • Penyalahgunaan (substance abuse)
Berdasarkan DSM seseorang dapat dikategorikan penyalahgunaan zat/obat jika melibatkan pola penggunaan berulang dan menghasilkan konsekuensi yang merusak atau menimbulkan masalah dalam hidupnya. Konsekuensi merusak bisa termasuk :
1.      Kegagalan memenuhi kewajiban yang utama (misalnya sebagai siswa, orang tua, pekerja)
  1. menggunakan obat-obatan pada dengan atau saat situasi berbahaya (seperti mencampur minuman dan penggunaan obat atau menyetir mobil sambil mabuk)
  2. behadapan dengan hukum berulangkali karena penggunaan obat (contoh: penangkapan karena perilaku yang buruk)
  3. memiliki masalah interpersonal/masalah sosial yang diakibatkan oleh penggunaan obat (contoh: pertengkaran rumah tangga, perkelahian).

  • Ketergantungan zat (substance dependence)
Bentuk gangguan penggunaan yang lebih parah, terkait dengan ketergantungan fisiologis atau penggunaan zat secara Kompulsif. Ketergantungan zat didefinisikan sebagai pola penggunaan maladaptive yang menyebabkan kerusakan signifikan atau distress, sebagaimana ditunjukan oleh Karakteristik Diagnostik berikut ini :
  1.  Toleransi pada zat (kebutuhan untuk meningkatkan dosis, berkurangnya efek secara drastis)
  2. Simtom-simtom putus zat
  3. Penggunaan dosis zat yang lebih besar atau untuk periode waktu yang lebih lama daripada yang diinginkan orang yang bersangkutan
  4. Keinginan yang terus ada untuk mengurangi atau mengendalikan penggunaan zat atau kurang berhasil saat mencoba melakukan self control.
  5. Menghabiskan banyak waktu untuk aktivitas memperoleh zat (misalnya mengunjungi dokter untuk mendapatkan resep atau terlibat dalam pencurian)
  6. Individu telah mengurangi atau menghindari aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional.
  7. Penggunaan zat tetap berlanjut meski terdapat bukti-bukti adanya masalah psikologis atau fisik yang diakibatkan obat tersebut.
Jalan Menuju Ketergantungan Zat/obat
Orang yang mengalami ketergantungan zat, digambarkan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1.      Eksperimentasi. Pada tahap ini, orang yang menggunakan zat akan merasa nyaman, euforik, dan yakin bahwa mereka dapat berhenti kapan saja.
2.      Penggunaan rutin. Pada tahap ini, orang yang tergantung zat akan memfokuskan diri pada bagaimana mendapatkan, dan menggunakan obat. Pada tahap ini, mereka akan mengabaikan nilai diri, keluarga, sekolah, atau pekerjaan.
3.      Adiksi atau ketergantungan. Pada tahap ini, orang akan merasa tidak berdaya menolak obat, baik karena mereka ingin mengalami efek obat atau karena ingin menghindari konsekuensi putus zat.

Jenis Obat/zat yang Disalahgunakan
Ada tiga kelompok besar dari zat psikoaktif yang disalahgunakan, yaitu:
1.      Depresan
Adalah obat yang menghambat atau mengekang aktivitas sistem saraf pusat. Obat ini mengurangi perasaan tegang dan cemas, menyebabkan gerakan melambat, dan merusak proses kognitif. Dalam dosis tinggi, obat dapat menahan fungsi vital dan menyebabkan kematian. Ada beberapa tipe depresan, yaitu:
·         Alkohol,
·         Barbiturat,
·         Opioid/Narkotik.
2.      Stimulan
Adalah obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Beberapa obat jenis ini menyebabkan perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulan adalah:
·         Amfetamin,
·         Ekstasi,
·         Kokain,
·         Nikotin
3.      Halusinogen/psychedelics
Adalah golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran.
·         Lysergic acid diethylamide/LSD, merupakan obat halusinogen sintetis. Orang yang menggunakan obat ini dapat merasa takut kehilangan kendali/kewarasan, takut akan kematian.
·         Phencyclidine/PCP, awalnya dikembangkan sebagai anastetik. PCP dapat menyebabkan halusinasi, mempercepat detak jantung, tekanan darah, keringat berlebih, menyebabkan kondisi delirium, memiliki dampak disosiatif, rasa kantuk, tatapan kosong, kejang, koma, paranoia, perilaku agresif, dan kecelakaan akibat distorsi persepsi.
·         Mariyuana, berasal dari tanaman Cannabis sativa. Dosis rendah dari obat ini dapat menyebabkan rasa santai. Dosis tinggi dari penggunaan obat ini dapat menyebabkan halusinasi visual, meningkatnya sensasi seksual, disorientasi, mual, muntah, kecemasan, kebingungan, kerusakan intelektual, merusak persepsi, koordinasi motorik, merusak ingatan jangka pendek, memperlambat kemampuan belajar.

           























DAFTAR KEPUSTAKAAN

JP Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006
Jeffey S. Nevid, Spencer A. Rathus and Beverly. Psikologi Abnormal/Edisi ke-5/Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2003. Hal 164.
...Introduction to Psychology/Eight Edition. Penerbit: Erlangga.
Gerald C. Davidson, John M. Neale and Ann M. Kring. Psikologi Abnormal/Edisi ke-9. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006. Hal 183.
Kartono, Kartini. (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Cetakan ketujuh. Bandung: Mandar Maju
Eleanora, Novita. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba serta Usaha Pencegahan dan Penanggulanganya [Jurnal]. Fakultas hukum Universitas MPU Tantular, Jakarta.



[1] JP Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006
[2] Jeffey S. Nevid, Spencer A. Rathus and Beverly. Psikologi Abnormal/Edisi ke-5/Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2003. Hal 164.
[3] ...Introduction to Psychology/Eight Edition. Penerbit: Erlangga.
[4] Gerald C. Davidson, John M. Neale and Ann M. Kring. Psikologi Abnormal/Edisi ke-9. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006. Hal 183.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar