ABNORMALITAS
A.
Gangguan Kecemasan (Anxietas)
a.
Definisi Gangguan Kecemasan
Anxiety menurut
kamus psikologi adalah
1. Perasaan campuran berisikan ketakutan
dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut.
2. Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada
tingkat yang ringan.
3. Kekhwatiran atau ketakutan yang kuat dan
meluap-luap.
4. Satu dorongan sekunder mencakup satu
reaksi penghindaran yang dipelajari.[1]
Anxietas
adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir
yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan adalah
respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal
bila tingkatannya tidak sesuai proporsi ancaman, atau apabila datangnya tanpa
ada penyebabnya. Dalam bentuknya yang ekstrem kecemasab dapat mengganggu
keseharian individu.[2]
b. Jenis-Jenis Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasa mencakup sekelompok
gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama (kecemasan merata dan gangguan panik) atau kecemasan dialami
bilamana individu berupaya mengendalikan perilaku maladaptif tertentu (gangguan phobia dan obsesif kompulsif).[3]
1. Gangguan Kecemasan Merata dan Gangguan
Panik
Gangguan
kecemasan merata (menyeluruh) merupakan kekhawatiran yang menetap dan tidak
dapat dikontrol, seringkali terhadap hal-hal kecil.[4]
Seseorang yang menderita gangguan kecemasan merata (generalized anxiety disorder) setiap hari dalam keadaan tegang.
Selalu merasa serba salah atau khawatir dan cenderung memberi reaksi yang
berlebihan terhadap stress ringan. Di samping itu, individu tersebut sulit
sekali konsentrasi dalam mengambil sebuah keputusan. Biasanya keluhan fisik
yang sering terjadi antara lain; tidak tenang, tidur terganggu, kelelahan,
sakit kepala, pening, dan jantung berdebar-debar.
Orang
yang menderita kecemasan merata mungki juga mengalami serangan panik (panic
attacks), yaitu keadaan tiba-tiba yang penuh dengan keprihatinan atau teror
yang akut dan meluap-luap. Pada saat serangan panik individu merasa yakin bahwa
sesuatu yang mengerikan akan terjadi, biasanya disertai dengan gejala seperti
jantung berdebar-debar, berkeringat, dan mual.
2. Gangguan Phobia
Kata phobia diawali
dengan kata-kata dalam bahasa Yunani yang menyebutkan objek atau situasi yang
ditakuti. Kata phobia diambil dari nama dewa Yunani Phobos, yang takut kepada musuh-musuhnya.
Menurut kamus
psikologi, phobia adalah suatu ketakutan yang kuat, terus-menerus, dan
irrasional, yang ditimbulkan oleh satu perangsanga atau situasi khusus. Orang
dengan gangguan phobia tidak kehilangan kontak dengan realitas, mereka biasanya
tahu bahwa ketakutan mereka itu berlebihan dan tidak pada tempatnya.
Phobia terbagi kepada
beberapa tipe, yaitu:
·
Phobia
Spesifik
Merupakan suatu
ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi spesifik,
seperti ketakutan terhadap ketinggian (acrophobia),
takut terhadap tempat tertutup (claustraphobia),
atau ketakutan terhadap binatang tertentu (zoophobia).
·
Phobia
Sosial
Phobia sosial sering
juga disebut dengan gangguan kecemasan sosial, yaitu ketakutan yang intens
terhadap situasi sosial sehingga mereka mungkin sama sekali menghindarinya,
atau menghadapinya tetapi dengan disress yan besar. Secara umum phobia sosial
ini sering dikatakan dengan demam panggung atau cemas berbicara. Phobia sosial
tipikal bermula pada masa kanak-kanak atau remaja dan sering diasosiasikan
dengan riwayat rasa malu (USDHHS, 1999a). Pemalu kemungkinan merepresentasikan
suatu predisposisi yang membuat orang menjadi rentan untuk mengembangkan phobia
sosial bila berhadapan dengan situasi-situasi penuh stress, seperti perjumpaan
sosial yang traumatis
·
Agoraphobia
Berasal dari bahasa
Yunani yang berati takut terhadap pasar, yang sugestif untuk ketakutan berada
di tempat terbuka dan ramai. Agoraphobia melibatkan ketakutan terhadap tempat-tempat
atau situasi-situasi yang memberi kesulitan atau membuat malu seseorang untuk
kabur bila terjadi simtom-simtom panic atau suatu serangan panic yang parah
atau ketakutan kepada situasi dimana bantuan mungkin tidak bisa didapatkan bila
masalah tersebut terjadi. Agoraphobia lebih umum terdapat pada perempuan
daripada laki-laki (USDHHS, 1999a).
3. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Obsesi adalah suatu
pikiran atau gambaran yang muncul berulang-ulang dan tidak dapat dikendalikan
oleh individu. Kompulsi adalah suatu tingkalh laku yang repetitif dan
ritualistic yang individu rasa harus dilakukan.
Penderita
gangguan Obsesif-Kompulsif merasakan keterpaksaan berpikir tentang hal-hal yang
tidak ingin mereka pikirkan atau melakukan hal-hal yang tidak mereka inginkan.
Obsesi merupakan gangguan terus-menerus dari pikiran atau bayangan yang
tidak diinginkan. Kompulsi adalah desakan tidak tertahankan untuk melakukan
tertentu. Pikiran osesif dapat dikaitkan dengan tindakan kompulsif. Misalnya
pikiran penderita tentang kuman penyakit, maka perilaku kompulsinya
adalah mencuci alat-alat makan berkali-kali sebelum dipakai (Atkinson
dkk.1992).
Pada penderita
Osesif-Kompulsif, pikiran mencekam dan desakan untuk melakukan sesuatau telah
memenuhi benaknya tetapi tidak dapat mengendalikannya dengan baik. Penderita
ini bisa menjadi cemas jika mencoba menahan kompulsinya, dan merasa lega begitu
tindakannya dilakukan.
B. Gangguan Kepribadian
a.
Definisi Gangguan Kepribadian
Merupakan
pola perilaku atau cara berhubungan dengan orang lain yang benar-benar kaku.
Kelakuan tersebut menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri terthadap tuntutan
eksternal, sehingga pola tersebut pada akhirnya bersifat self-defeating. Trait-trait kepribadian yang terganggu menjadi
jelas dimasa remaja atau awal masa dewasa dan terus berlanjut disepanjang
kehidupan dewasa, semakin mendalam dan mengakar sehingga sulit untuk diubah.
Tanda-tanda peringatan akan adanya gangguan kepribadian dapat dideteksi pada
masa kanak-kanak atau usia prasekolah. Anak-anak dengan gangguan psikologis
atau perilaku bermasalah di masa kanak-kanak, seperti gangguan tingkah laku,
depresi, kecemasan dan ketidakmatangan, lebih besar resikonya dibandingkan
dengan resiko rata-rata untuk mengembangkan gangguan kepribadian dikemudian
hari (Berstein, dkk, 2001).
b.
Tipe Gangguan Kepribadian
DSM
(Diagnostic Statistic Mental) membagi
gangguan kepribadian menjadi tiga kelompok, yaitu:
Kelompok A
Orang
yang dianggap aneh atau eksentrik. Kelompok dengan gangguan ini memiliki
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, menunjukkan sedikit/tidak ada minat dalam mengembangkan hubungan
sosial.
·
Gangguan
Kepribadian Paranoid
Merupakan tipe gangguan
kepribadian, di mana individu selalu merasa curiga yang pervasive dan
kecenderungan untuk menginterpretasikan perilaku orang lain sebagai hal yang
mengancam/merendahkan.
·
Gangguan
Kepribadian Skizoid
Seringkali digambarkan
sebagai penyendiri, orang dengan kpribadian skizoid kehilangan minat pada
hubungan sosial. mereka cenderung mencari pekerjaan yang memerlukan sedikit
kontak sosial. memiliki keterampilan sosial yang lemah, dan tidak menunjukkan
perlunya perhatian atau peneriaan orang.
·
Gangguan
Skizotipal
Merupakan gangguan
kepribadian, di mana individu sulit dalam membina hubungan dekat dengan orang
lain, sikap, serta pola pikirnya aneh atau ganjil, namun hal ini belum termasuk
ke dalam skizofrenia.
Mereka dapat menjadi
angat cemas dalam situasi sosial, bahkan saat berinteraksi dengan orang yang
mereka kenal.
Kelompok B
Orang dengan perilaku terlalu dramatis,
emosional, atau eratik (tidak tertentu).
Pola perilakunya berlebihan, tidak dapat diramalkan.
·
Gangguan
Kepribadian Antisosial
Ciri yang paling
menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang rendah ketika dihadapkan
dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah atau penyesalan atas
kesalahan yang mereka lakukan.
·
Gangguan
Kepribadian Ambang
Merupakan suatu
gangguan kepribadian yang menyebabkan penderita tidak memiliki rasa diri yang
jelas dan konsisten serta tidak pernah memiliki kepastian dalam nila-nilai
loyalitas, dan pilihan mereka. Merka tidak tahan berada dalam kesendirian,
memiliki rasa takut bahwa mereka akan diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah
mengalami perasaan depresi dan perasaan kosong yang kronis, mereka seringkali
mencoba bunuh diri.
·
Gangguan Kepribadian Histrionik
Melibatkan emosi yang
berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk menjadi pusat perhatian. Orang dengan
gangguan kepribadian histrionik cenderung dramatis dan emosional, namun emosi
mereka tampak dangkal, dibesar-besarkan, dan mudah berubah. Mereka cenderung
menunut agar orang lain memenuhi kebutuhan mereka akan perhatian dan berperan
sebagai korban saat orang lain mengecewakan mereka.
·
Gangguan
Kepribadian Narsistik
Orang dengan gangguan
ini memiliki rasa bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka
sendiri dan kebutuhan yang ekstrem akan pemujaan. Individu dengan gangguan ini
memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk kepentingan kepribadiannya.
Kelompok C
Orang
yang seringkali tampak cemas atau ketakutan, diantaranya:
·
Gangguan
Kepribadian Menghindar
Sangat takut akan
penolakan dan kritik sehingga mereka umumnya tidak ingin memasuki hubungan
tanpa adanya kepastian akan penerimaan.
·
Gangguan
Kepribadian Dependen
Orang dengan gangguan
ini merasa sangat sulit melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
lain.
·
Gangguan
Kepribadian Obsesif-Kompulsif
Individu dengan gangguan
kepribadian ini sangat terpaku pada kebutuhan akan kesempurnaan sehingga mereka
tidak dapat menyelesaikan segala sesuatu tepat waktu. Mereka berfokus pada
detail yang orang lain anggap sebagai hal yang kurang penting. Mereka memaksa
melakukan hal-hal sesuai dengan cara mereka sendiri daripada berkompromi.
C.
Gangguan Penyalahgunaan Obat
Penggolongan Gangguan yang Berkaitan dengan Zat. DSM-IV
menggolongkan gangguan ini dalam dua kategori :
1.
Gangguan
Penggunaan Zat (substance use disorders)
Penggunaan maladaptif dari zat
psikoaktif, tipe gangguan ini mencakup gangguan penyalahgunaan zat (substance
abuse) dan gangguan ketergantungan zat (substance dependence).
2.
Gangguan
Akibat Penggunaan Zat (subtance induced disorders)
Gangguan fisiologis ataupun psikologis
yang muncul karena penggunaan zat psikoaktif, seperti intoksikasi, gejala putus
zat, gangguan mood, delirium, demensia, amnesia, gangguan psikotik, gangguan
kecemasan, disfungsi seksual, dan gangguan tidur.
Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Zat/Obat.
- Penyalahgunaan (substance abuse)
Berdasarkan
DSM seseorang dapat dikategorikan penyalahgunaan zat/obat jika melibatkan pola
penggunaan berulang dan menghasilkan konsekuensi yang merusak atau menimbulkan
masalah dalam hidupnya. Konsekuensi merusak bisa termasuk :
1.
Kegagalan
memenuhi kewajiban yang utama (misalnya sebagai siswa, orang tua, pekerja)
- menggunakan obat-obatan pada dengan atau saat situasi berbahaya (seperti mencampur minuman dan penggunaan obat atau menyetir mobil sambil mabuk)
- behadapan dengan hukum berulangkali karena penggunaan obat (contoh: penangkapan karena perilaku yang buruk)
- memiliki masalah interpersonal/masalah sosial yang diakibatkan oleh penggunaan obat (contoh: pertengkaran rumah tangga, perkelahian).
- Ketergantungan zat (substance dependence)
Bentuk
gangguan penggunaan yang lebih parah, terkait dengan ketergantungan fisiologis
atau penggunaan zat secara Kompulsif. Ketergantungan zat didefinisikan sebagai
pola penggunaan maladaptive yang menyebabkan kerusakan signifikan atau
distress, sebagaimana ditunjukan oleh Karakteristik Diagnostik berikut ini :
- Toleransi pada zat (kebutuhan untuk meningkatkan dosis, berkurangnya efek secara drastis)
- Simtom-simtom putus zat
- Penggunaan dosis zat yang lebih besar atau untuk periode waktu yang lebih lama daripada yang diinginkan orang yang bersangkutan
- Keinginan yang terus ada untuk mengurangi atau mengendalikan penggunaan zat atau kurang berhasil saat mencoba melakukan self control.
- Menghabiskan banyak waktu untuk aktivitas memperoleh zat (misalnya mengunjungi dokter untuk mendapatkan resep atau terlibat dalam pencurian)
- Individu telah mengurangi atau menghindari aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional.
- Penggunaan zat tetap berlanjut meski terdapat bukti-bukti adanya masalah psikologis atau fisik yang diakibatkan obat tersebut.
Jalan Menuju Ketergantungan Zat/obat
Orang yang mengalami ketergantungan
zat, digambarkan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1.
Eksperimentasi.
Pada tahap ini, orang yang menggunakan zat akan merasa nyaman, euforik, dan yakin
bahwa mereka dapat berhenti kapan saja.
2.
Penggunaan
rutin. Pada tahap ini, orang yang tergantung zat akan memfokuskan diri pada
bagaimana mendapatkan, dan menggunakan obat. Pada tahap ini, mereka akan
mengabaikan nilai diri, keluarga, sekolah, atau pekerjaan.
3.
Adiksi atau
ketergantungan. Pada tahap ini, orang akan merasa tidak berdaya menolak obat,
baik karena mereka ingin mengalami efek obat atau karena ingin menghindari
konsekuensi putus zat.
Jenis Obat/zat yang Disalahgunakan
Ada tiga kelompok besar dari zat psikoaktif yang
disalahgunakan, yaitu:
1.
Depresan
Adalah obat yang menghambat atau
mengekang aktivitas sistem saraf pusat. Obat ini mengurangi perasaan tegang dan
cemas, menyebabkan gerakan melambat, dan merusak proses kognitif. Dalam dosis
tinggi, obat dapat menahan fungsi vital dan menyebabkan kematian. Ada beberapa
tipe depresan, yaitu:
·
Alkohol,
·
Barbiturat,
·
Opioid/Narkotik.
2.
Stimulan
Adalah obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Beberapa obat jenis ini menyebabkan perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulan adalah:
Adalah obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Beberapa obat jenis ini menyebabkan perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulan adalah:
·
Amfetamin,
·
Ekstasi,
·
Kokain,
·
Nikotin
3.
Halusinogen/psychedelics
Adalah golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran.
Adalah golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran.
·
Lysergic
acid diethylamide/LSD, merupakan obat halusinogen sintetis. Orang yang
menggunakan obat ini dapat merasa takut kehilangan kendali/kewarasan, takut
akan kematian.
·
Phencyclidine/PCP,
awalnya dikembangkan sebagai anastetik. PCP dapat menyebabkan halusinasi,
mempercepat detak jantung, tekanan darah, keringat berlebih, menyebabkan
kondisi delirium, memiliki dampak disosiatif, rasa kantuk, tatapan kosong,
kejang, koma, paranoia, perilaku agresif, dan kecelakaan akibat distorsi
persepsi.
·
Mariyuana,
berasal dari tanaman Cannabis sativa. Dosis rendah dari obat ini dapat
menyebabkan rasa santai. Dosis tinggi dari penggunaan obat ini dapat
menyebabkan halusinasi visual, meningkatnya sensasi seksual, disorientasi,
mual, muntah, kecemasan, kebingungan, kerusakan intelektual, merusak persepsi,
koordinasi motorik, merusak ingatan jangka pendek, memperlambat kemampuan
belajar.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
JP
Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006
Jeffey
S. Nevid, Spencer A. Rathus and Beverly.
Psikologi Abnormal/Edisi ke-5/Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2003. Hal 164.
...Introduction to Psychology/Eight
Edition. Penerbit: Erlangga.
Gerald C. Davidson, John M. Neale
and Ann M. Kring. Psikologi Abnormal/Edisi ke-9. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada. 2006. Hal 183.
Kartono, Kartini. (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Cetakan ketujuh.
Bandung: Mandar Maju
Eleanora, Novita. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba serta Usaha Pencegahan dan
Penanggulanganya [Jurnal]. Fakultas hukum Universitas MPU Tantular, Jakarta.
[1] JP Chaplin. Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006
[2] Jeffey S. Nevid, Spencer A. Rathus and Beverly. Psikologi Abnormal/Edisi ke-5/Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2003.
Hal 164.
[3] ...Introduction to Psychology/Eight
Edition. Penerbit: Erlangga.
[4] Gerald C. Davidson, John M. Neale and Ann M. Kring. Psikologi Abnormal/Edisi
ke-9. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2006. Hal 183.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar