BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu sifat manusia adalah sebagai
makhluk sosial di samping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk
individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan
dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai
dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai
dorongan sosial. Seperti di kemukakan oleh Murray bahwa manusia mempunyai motif
atau dorongan sosial, demikian juga apa yang di kemukakan oleh McClelland.
Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan
mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi.
Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan
manusia yang lain. Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu
makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh
karena itu, tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan
manusia lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia
dengan kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut interaksi sosial, yang juga menjadi
objek studi dari cabang psikologi yang dinamakan psikologi sosial.
Bagaimana cara manusia dapat
mengikuti norma sosial, sebenarnya tidak terlepas dari adanya tekanan-tekanan
untuk bertingkah laku dengan cara-cara sesuai dengan aturan sosial. Tekanan
tersebut bisa dinyatakan secara eksplisit maupun implisit. Tekanan yang ada
dalam norma sosial sesungguhnya mempunyai pengaruh yang besar. Tekanan-tekanan
untuk melakukan konformasi sangat kuat sehingga usaha untuk menghindari situasi
yang menekan dapat menghilangkan nilai-nilai personalnya.
Kuatnya pengaruh sosial yang
ada dalam konformitas dibuktikan secara ilmiah oleh penelitian Salomon Asch
(1951, 1955 dalam Baron, Branscombe, Byrne, 2008). Asch melakukan eksperimen
dengan memberikan tugas persepsi sederhana kepada seorang partisipan pada penelitiannya
untuk menjawab pertanyaan garis mana yang sama dengan garis standar. Ketika
menjawab seorang partisipan didampingi oleh 6 – 8 orang yang juga ikut menjawab
pertanyaan yang sama. Namun sebenarnya 7 orang diantaranya merupakan
confederates, yaitu asisten peneliti yang bertugas membelokkan jawaban si
partisipan. Para confederates diminta Asch untuk memberikan jawaban dengan
suara lantang sebelum partisipan memberikan jawaban. Para confederates harus
memberikan jawaban yang salah. hal ini dilakukan sampai 18 x. Pada waktu
tertentu, partisipan yang yang tadinya memberikan jawaban yang benar mengubah
jawabannya mengikuti jawaban mayoritas orang yang ada di sekelilingnya. Dari
seluruh partisipan yang terlibat dalam eksperimen ini, 76 % mengikuti jawaban salah
dari para confederates. Eksperimen Asch ini menunjukkan bahwa orang cenderung
melakukan konformitas, mengikuti penilaian orang lain di tengah tekanan
kelompok yang ia rasakan.
Tiga faktor yang mempengaruhi
konformitas:
-
kohesivitas kelompok
-
besar kelompok
-
tipe dari norma sosial
Kohesivitas adalah sejauh mana kita
tertarik pada kelompok sosial tertentu dan ingin menjadi bagian darinya.
Semakin menarik suatu kelompok semakin besar kemungkinan seseorang melakukan
konfirmasi terhadap norma-norma dalam kelompok tersebut. Begitu juga dengan
ukuran kelompok, semakin besar ukuran kelompok, berarti semakin banyak orang
yang berperilaku dengan cara-cara tertentu sehingga semakin banyak yang mau
mengikutinya. Terakhir norma yang bersifat injektif cenderung diabaikan,
sementara yang deskriptif cenderung diikuti.
Dibandingkan yang tidak
melakukan konformitas, tentu lebih banyak individu yang melakukan konformitas
terhadap norma sosial. Manusia cenderung mengikuti aturan-aturan yang ada dalam
lingkungannya dan kebanyakan manusia mengikuti aturan tersebut. Hal ini
dipahami karena adanya motif untuk disukai oleh orang lain, sehingga bisa
diterima oleh lingkungan dan adanya motif akan kepastian mengenai kebenaran
akan perilaku yang hendak ditampilkan.
Kencenderungan dalam melakukan
konformitas tidak selalu berarti hanya mengikuti hal-hal yang positif saja. Manusia
juga dapat melakukan konformitas pada bentuk perilaku negatif. Salah satunya adalah
perkelahian pelajar.
b.
Compliance
Sering kali perilaku kita
dipengaruhi oleh permintaan langsung orang lain. Hal tersebut merupakan suatu
bentuk pengaruh sosial yang disebut juga dengan pemenuhan keinginan (compliance). Contohnya, saat pramuniaga
menawarkan barang atau tim marketing menawarkan produk. Sering kali kita lebih
sering mengiyakan, padahal sebenarnya hendak menolak permintaan tersebut.
Robert C. Cialdini
menyimpulkan ada banyak teknik compliance yang didasari oleh prinsip
dasar yang meliputi:
a)
Pertemanan atau rasa suka
kita cenderung lebih mudah memenuhi permintaan teman
atau orang yang kita sukai dari pada permintaan orang yang tidak kita kenal
atau kita benci.
b)
Komitmen atau konstitensi
Kita akan lebih mudah memenuhi permintaan akan suatu
hal yang konsisten dengan posisi atau tindakan sebelumnya.
c)
Kelangkaan
kita lebih menghargai dan mencoba mengamankan objek yang
langka atau berkurang ketersediannya. Oleh karena itu, kita cenderung memenuhi
permintaan yang menekankan kelangkaan daripada yang tidak. Misalnya,
mendapatkan bonus atau diskon untuk pembelian dalam tiga hari.
d)
Timbal balik
kita lebih mudah memenuhi permintaan dari seseorang
yang sebelumnya telah memberikan bantuan kepada kita. Dengan kata lain, kita
merasa wajib membayar utang budi atas bantuannya.
e)
Validasi sosial
kita lebih mudah memenuhi permintaan untuk melakukan
suatu tindakan jika tindakan itu konsisten dengan apa yang kita percaya orang
lain akan melakukannya juga. Kita ingin bertingkah laku benar, dan salah satu
cara untuk memenuhinya adalah dengan bertingkah laku dan berpikir seperti orang
lain.
f)
Otoritas
kita lebih mudah memenuhi permintaan orang lain yang
memiliki otoritas yang diakui, atau setidaknya tampak memiliki otoritas.
c.
Obedience
Selain dipenuhi oleh
konformitas dan compliance, perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari
juga diwarnai dengan kepatuhan (obedience). Di kantor, atasan
memerintahkan bawahannya untuk mengerjakan tugas tertentu, guru melarang murid
membawa benda-benda tajam dan merokok. Biasanya orang-orang cenderung mengikuti
permintaan atau perintah orang lain yang dianggap memiliki kekuatan (power).
Perilaku-perilaku ini dalam psikologi sosial disebut sebagai obedience
atau kepatuhan.
Individu yang mematuhi
perintah yang sebenarnya merusak, menyakiti, dan menghancurkan orang lain
ketika berada dalam situasi diperintahkan untuk melakukannya. Bentuk kepatuhan
ini dikenal sebagai destructive obedience.
Di Indonesia, salah satu
contoh destructive obedience yaitu saat tragedi Semanggi 1998 dimana
mahasiswa yang terkonsentrasi di Universitas Atmajaya menuju DPR waktu itu
ditembaki oleh tentara dengan menggunakan peluru tajam. Tentara yang kemudian
diadili mengatakan bahwa mereka melakukan itu atas perintah komandan.
Ada empat penyebab obedience
menurut Baron, Branscombe, dan Byrne (2008):
a)
Melepas tanggung jawab pribadi
misalnya, atasannya yang dianggap menanggung semua
tanggung jawab.
b)
Individu yang memberi tanggung jawab menggunakan
simbol-simbol
seperti lencana, seragam, dan yang lainnya untuk
mengingatkan orang yang diperintah akan kekuasaan serta peran yang diemban.
c)
Hal-hal yang terjadi secara gradual
yaitu perintah yang dimulai dari hal kecil kemudian
meningkat menjadi lebih besar.
d)
Proses yang terjadi sangat cepat sehingga individu
tidak bisa merefleksikan dan berpikir secara mendalam.
Hal ini bisa dicegah dengan
diingatkan bahwa ia sendiri mengemban tanggung jawab, individu harus diberi
tahu secara jelas bahwa perintah-perintah yang destruktif tidak diperbolehkan,
dan juga individu perlu meninjau ulang motif dari atasannya.[3]
3.
Daya Tarik Sosial
a. Faktor-faktor daya tarik sosial
1) Kesamaan (Similarity)
kita cenderung
menyukai orang yang sama dengan kita dalam sikap, nilai, latar belakang
dan keperibadian.
Ada berbagai alasan yang
dikemukakan:
a) menurut acuan
teori konsistensi kognitif dari haider, jika kita menyukai orang, kita ingin
mereka memilih sikap yang sama degan kita. Hal ini, supaya seluruh unsur
kognitif kita konsisten. Anda resah kalau orang yang anda sukai menyukai apa
yang anda benci.
b) Don Byrne
menunjukan hubungan liniear antar daya tarik dengan kesamaan, dengan
menggunakan teori peneguhan dari behaviorisme. Persepsi tentang adanya kesamaan
mendatangkan ganjaran, dan perbedaan tidak menegakkan. Kesamaan sikap orang
lain dengan kita memperteguh kemampuan kita dalam menafsirkan realitas sosial.
Orang yang mempunyai kesamaan dengan kita cenderung menyetujui gagasan kita dan
mendukung keyakinan kita tentang kebenaran pandangan kita
c) pengetahuan
bahwa orang lain adalah sama dengan anda, menyebabkan anda mengantisipasi bahwa
interaksi di masa datang akan positif dan memberi ganjaran.
d) kita cenderung
berinteraksi lebih akrab dengan orang yang memiliki kesamaan dengan kita,
mereka pun juga menjadi lebih kenal dengan kita.
2) Kedekatan (Proximity)
Orang cenderung
menyukai mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Persahabatan lebih mudah
timbul (tumbuh) diantara tetangga yang berdekatan. Atau diantara mahasiswa yang
berdekatan.
3) Keakraban (Familiarity)
Kekerapan
berhadapan dengan seseorang akan meningkatkan rasa suka kita terhadap orang
itu.
4) Daya Tarik Fisik
Dalam
masyarakat kita biasanya muncul stereotip daya tarik fisik, yang mengasumsikan
bahwa “apa yang cantik adalah yang baik”. Berdasarkan hanya pengamatan
sepintas, orang akan membuat sesuatu kesimpulan tentang sejumlah asumsi
kepribadian dan kompetensi, berdasar semata-mata hanya pada penampilan.
5) Kemampuan (Ability)
Menurut teori Pertukaran Sosial dan
Reinforcement, ketika orang lain memberi ganjaran atau konsekuensi positif pada
kita, maka kita cenderung ingin bersamanya dan menyukainya.
6) Tekanan Emosional (Stress)
Bila orang berada dalam situasi yang
mencemaskan atau menakutkan, ia cenderung menginginkan kehadiran orang lain.
Sehingga timbul rasa suka pada orang tersebut.
7) Munculnya Perasaan / Mood yang Positif atau Positive Emotional Arousal
Kita cenderung tertarik atau suka
kepada orang dimana kehadirannya berbarengan dengan munculnya perasaan positif,
bahkan meski perasaan positif yang muncul tidak berkaitan dengan perilaku orang
tersebut. Beberapa telaah menunjukkan bahwa kita cenderung tertarik kepada
orang-orang yang kita jumpai saat sekeliling kita menyenangkan.
8) Harga Diri yang Rendah
Dari hasil penelitian, Elaine
Walster menarik kesimpulan, bahwa bila harga diri di rendahkan, hasrat afiliasi
(bergabung dengan orang lain) bertambah, dan ia makin responsif untuk menerima
kasih sayang orang lain.
9) Kesukaan Secara Timbal Balik (Reciprocal Liking)
Ketika kita
mengetahui orang lain menyukai kita, maka kita dapat mengharapkan ganjaran
(reward) dari mereka. Karena itu, mengetahui kita disukai merupakan ganjaran
yang menguatkan.
10) Ketika yang Berlawanan Saling Tertarik : Saling Melengkapi (Complementary)
b. Prinsip dasar daya tarik sosial
1) Teori kognitif
Menekankan proses berpikir sebagai dasar yang
menentukan tingkah laku. Tingkah laku sosial dipandang sebagai suatu hasil atau
akibat dari proses akal. Jika seseorang berpikir bahwa orang lain dapat
memberikan keseimbangan terhadap apa yang kita cari maka kemungkinan besar kita
akan menyukainya.
2) Teori penguatan
Dasar teori
ini cukup sederhana, yaitu bahwa orang ditarik oleh hadiah dan ditolak oleh
hukuman. Semua ketertarikan antar pribadi diterangkan dalam hal belajar di mana
untuk berhubungan secara positif dengan hadiah, dan untuk berhubungan secara negatif dengan
perangsang hukuman. Kita kemudian akan lebih suka menjadi tertarik kepada
orang-orang yang menghadiahi atau menghargai kita daripada orang-orang yang
menghukum kita dengan kritikan atau menghina kita.
3) Teori interaksionis (Mead)
Teori ini
dikembangkan di dalam situasi alamiah di mana suatu keputusan selalu dihubungkan
kepada situasi sosial di mana seseorang menemukan dirinya. Teori ini lebih
menitikberatkan pada ketertarikan antar pribadi sebagai suatu konsep.
4) Teori Pertukaran Sosial (untung-rugi) Peter Blau
Dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran,
pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi.[4]
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2003.
adikiteng.blogspot.com/2012/.../interaksi-sosial.ht...
di akses tanggal 12 Maret 2013, jam
22.38
fajarnofriansyah.blog.esaunggul.ac.id/.../pengaruh... di
akses tanggal 12 Maret 2013, jam 22.23
javeierdavid.blogspot.com/.../psikologi-sosial-kete..
di akses tanggal 13 Maret 2013, jam 22.46
[1] Bimo Walgito, Psikologi Sosial, CV
Andi Offset, Yogyakarta, 2003, hal. 65.
[2] adikiteng.blogspot.com/2012/.../interaksi-sosial.ht...
di akses pada tanggal 12 Maret 2013, jam 22.38
[4] Diposkan
oleh javeier david javeierdavid.blogspot.com/.../psikologi-sosial-kete..
di akses 13 Maret 2013, jam 22.46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar