Kamis, 16 Oktober 2014

Interaksi Sosial



BAB I
PENDAHULUAN

        Salah satu sifat manusia adalah sebagai makhluk sosial di samping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Seperti di kemukakan oleh Murray bahwa manusia mempunyai motif atau dorongan sosial, demikian juga apa yang di kemukakan oleh McClelland. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain. Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut interaksi sosial, yang juga menjadi objek studi dari cabang psikologi yang dinamakan psikologi sosial.
























BAB II
PEMBAHASAN

1.       Pengertian Interaksi Sosial

       Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut bisa antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.[1]
       Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial. Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan.[2]

2.       Pengaruh Sosial

       Pengaruh sosial adalah usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan, persepsi ataupun tingkah laku satu atau beberapa orang lainnya ( Cialdini, 1994 dalam Baron, Branscombe, Byrne, 2008 ).
    
     Ada tiga bentuk pengaruh sosial yang dikenali dalam psikologi :
a.      Konformitas
Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu merubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial ( Baron, Branscombe, Byrne, 2008 ).
Norma sosial dapat berupa:
- Injuctive norms: Hal apa yang seharusnya kita lakukan. Injuctive norms biasanya dinyatakan         secara eksplisit. Contoh: peraturan pemerintah mewajibkan semua penduduk Indonesia untuk mempunyai KTP.
- Descriptive norms: apa yang kebanyakan orang lakukan. Descriptive norms biasanya bersifat implisit, tidak dinyatakan secara tegas atau tertulis. Contoh : menghormati tuan rumah dengan berpakaian rapi.
       Bagaimana cara manusia dapat mengikuti norma sosial, sebenarnya tidak terlepas dari adanya tekanan-tekanan untuk bertingkah laku dengan cara-cara sesuai dengan aturan sosial. Tekanan tersebut bisa dinyatakan secara eksplisit maupun implisit. Tekanan yang ada dalam norma sosial sesungguhnya mempunyai pengaruh yang besar. Tekanan-tekanan untuk melakukan konformasi sangat kuat sehingga usaha untuk menghindari situasi yang menekan dapat menghilangkan nilai-nilai personalnya.
       Kuatnya pengaruh sosial yang ada dalam konformitas dibuktikan secara ilmiah oleh penelitian Salomon Asch (1951, 1955 dalam Baron, Branscombe, Byrne, 2008). Asch melakukan eksperimen dengan memberikan tugas persepsi sederhana kepada seorang partisipan pada penelitiannya untuk menjawab pertanyaan garis mana yang sama dengan garis standar. Ketika menjawab seorang partisipan didampingi oleh 6 – 8 orang yang juga ikut menjawab pertanyaan yang sama. Namun sebenarnya 7 orang diantaranya merupakan confederates, yaitu asisten peneliti yang bertugas membelokkan jawaban si partisipan. Para confederates diminta Asch untuk memberikan jawaban dengan suara lantang sebelum partisipan memberikan jawaban. Para confederates harus memberikan jawaban yang salah. hal ini dilakukan sampai 18 x. Pada waktu tertentu, partisipan yang yang tadinya memberikan jawaban yang benar mengubah jawabannya mengikuti jawaban mayoritas orang yang ada di sekelilingnya. Dari seluruh partisipan yang terlibat dalam eksperimen ini, 76 % mengikuti jawaban salah dari para confederates. Eksperimen Asch ini menunjukkan bahwa orang cenderung melakukan konformitas, mengikuti penilaian orang lain di tengah tekanan kelompok yang ia rasakan.
       Tiga faktor yang mempengaruhi konformitas:
-          kohesivitas kelompok
-          besar kelompok
-          tipe dari norma sosial

       Kohesivitas adalah sejauh mana kita tertarik pada kelompok sosial tertentu dan ingin menjadi bagian darinya. Semakin menarik suatu kelompok semakin besar kemungkinan seseorang melakukan konfirmasi terhadap norma-norma dalam kelompok tersebut. Begitu juga dengan ukuran kelompok, semakin besar ukuran kelompok, berarti semakin banyak orang yang berperilaku dengan cara-cara tertentu sehingga semakin banyak yang mau mengikutinya. Terakhir norma yang bersifat injektif cenderung diabaikan, sementara yang deskriptif cenderung diikuti.
       Dibandingkan yang tidak melakukan konformitas, tentu lebih banyak individu yang melakukan konformitas terhadap norma sosial. Manusia cenderung mengikuti aturan-aturan yang ada dalam lingkungannya dan kebanyakan manusia mengikuti aturan tersebut. Hal ini dipahami karena adanya motif untuk disukai oleh orang lain, sehingga bisa diterima oleh lingkungan dan adanya motif akan kepastian mengenai kebenaran akan perilaku yang hendak ditampilkan.
       Kencenderungan dalam melakukan konformitas tidak selalu berarti hanya mengikuti hal-hal yang positif saja. Manusia juga dapat melakukan konformitas pada bentuk perilaku negatif. Salah satunya adalah perkelahian pelajar.
b.      Compliance
       Sering kali perilaku kita dipengaruhi oleh permintaan langsung orang lain. Hal tersebut merupakan suatu bentuk pengaruh sosial yang disebut juga dengan pemenuhan keinginan (compliance). Contohnya, saat pramuniaga menawarkan barang atau tim marketing menawarkan produk. Sering kali kita lebih sering mengiyakan, padahal sebenarnya hendak menolak permintaan tersebut.
       Robert C. Cialdini menyimpulkan ada banyak teknik compliance yang didasari oleh prinsip dasar yang meliputi:
a)      Pertemanan atau rasa suka
kita cenderung lebih mudah memenuhi permintaan teman atau orang yang kita sukai dari pada permintaan orang yang tidak kita kenal atau kita benci.
b)      Komitmen atau konstitensi
Kita akan lebih mudah memenuhi permintaan akan suatu hal yang konsisten dengan posisi atau tindakan sebelumnya.
c)       Kelangkaan
kita lebih menghargai dan mencoba mengamankan objek yang langka atau berkurang ketersediannya. Oleh karena itu, kita cenderung memenuhi permintaan yang menekankan kelangkaan daripada yang tidak. Misalnya, mendapatkan bonus atau diskon untuk pembelian dalam tiga hari.

d)      Timbal balik
kita lebih mudah memenuhi permintaan dari seseorang yang sebelumnya telah memberikan bantuan kepada kita. Dengan kata lain, kita merasa wajib membayar utang budi atas bantuannya.
e)      Validasi sosial
kita lebih mudah memenuhi permintaan untuk melakukan suatu tindakan jika tindakan itu konsisten dengan apa yang kita percaya orang lain akan melakukannya juga. Kita ingin bertingkah laku benar, dan salah satu cara untuk memenuhinya adalah dengan bertingkah laku dan berpikir seperti orang lain.
f)       Otoritas
kita lebih mudah memenuhi permintaan orang lain yang memiliki otoritas yang diakui, atau setidaknya tampak memiliki otoritas.

c.       Obedience
       Selain dipenuhi oleh konformitas dan compliance, perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari juga diwarnai dengan kepatuhan (obedience). Di kantor, atasan memerintahkan bawahannya untuk mengerjakan tugas tertentu, guru melarang murid membawa benda-benda tajam dan merokok. Biasanya orang-orang cenderung mengikuti permintaan atau perintah orang lain yang dianggap memiliki kekuatan (power). Perilaku-perilaku ini dalam psikologi sosial disebut sebagai obedience atau kepatuhan.
       Individu yang mematuhi perintah yang sebenarnya merusak, menyakiti, dan menghancurkan orang lain ketika berada dalam situasi diperintahkan untuk melakukannya. Bentuk kepatuhan ini dikenal sebagai destructive obedience.
       Di Indonesia, salah satu contoh destructive obedience yaitu saat tragedi Semanggi 1998 dimana mahasiswa yang terkonsentrasi di Universitas Atmajaya menuju DPR waktu itu ditembaki oleh tentara dengan menggunakan peluru tajam. Tentara yang kemudian diadili mengatakan bahwa mereka melakukan itu atas perintah komandan.
       Ada empat penyebab obedience menurut Baron, Branscombe, dan Byrne (2008):
a)      Melepas tanggung jawab pribadi
misalnya, atasannya yang dianggap menanggung semua tanggung jawab.
b)      Individu yang memberi tanggung jawab menggunakan simbol-simbol
seperti lencana, seragam, dan yang lainnya untuk mengingatkan orang yang diperintah akan kekuasaan serta peran yang diemban.
c)       Hal-hal yang terjadi secara gradual
yaitu perintah yang dimulai dari hal kecil kemudian meningkat menjadi lebih besar.
d)      Proses yang terjadi sangat cepat sehingga individu tidak bisa merefleksikan dan berpikir secara mendalam.
       Hal ini bisa dicegah dengan diingatkan bahwa ia sendiri mengemban tanggung jawab, individu harus diberi tahu secara jelas bahwa perintah-perintah yang destruktif tidak diperbolehkan, dan juga individu perlu meninjau ulang motif dari atasannya.[3]
3.       Daya Tarik Sosial
a.       Faktor-faktor daya tarik sosial
1)      Kesamaan (Similarity)
kita cenderung menyukai  orang yang sama dengan kita dalam sikap, nilai, latar belakang dan keperibadian.
Ada berbagai alasan yang dikemukakan:
a)      menurut acuan teori konsistensi kognitif dari haider, jika kita menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama degan kita. Hal ini, supaya seluruh unsur kognitif kita konsisten. Anda resah kalau orang yang anda sukai menyukai apa yang anda benci.
b)      Don Byrne menunjukan hubungan liniear antar daya tarik dengan kesamaan, dengan menggunakan teori peneguhan dari behaviorisme. Persepsi tentang adanya kesamaan mendatangkan ganjaran, dan perbedaan tidak menegakkan. Kesamaan sikap orang lain dengan kita memperteguh kemampuan kita dalam menafsirkan realitas sosial. Orang yang mempunyai kesamaan dengan kita cenderung menyetujui gagasan kita dan mendukung keyakinan kita tentang kebenaran pandangan kita
c)       pengetahuan bahwa orang lain adalah sama dengan anda, menyebabkan anda mengantisipasi bahwa interaksi di masa datang akan positif dan memberi ganjaran.
d)      kita cenderung berinteraksi lebih akrab dengan orang yang memiliki kesamaan dengan kita, mereka pun juga menjadi lebih kenal dengan kita.

2)      Kedekatan (Proximity)
Orang cenderung menyukai mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Persahabatan lebih mudah timbul (tumbuh) diantara tetangga yang berdekatan. Atau diantara mahasiswa yang berdekatan.

3)      Keakraban (Familiarity)
Kekerapan berhadapan dengan seseorang akan meningkatkan rasa suka kita terhadap orang itu.

4)      Daya Tarik Fisik
Dalam masyarakat kita biasanya muncul stereotip daya tarik fisik, yang mengasumsikan bahwa “apa yang cantik adalah yang baik”. Berdasarkan hanya pengamatan sepintas, orang akan membuat sesuatu kesimpulan tentang sejumlah asumsi kepribadian dan kompetensi, berdasar semata-mata hanya pada penampilan. 

5)      Kemampuan (Ability)
Menurut teori Pertukaran Sosial dan Reinforcement, ketika orang lain memberi ganjaran atau konsekuensi positif pada kita, maka kita cenderung ingin bersamanya dan menyukainya.

6)      Tekanan Emosional (Stress)
Bila orang berada dalam situasi yang mencemaskan atau menakutkan, ia cenderung menginginkan kehadiran orang lain. Sehingga timbul rasa suka pada orang tersebut. 



7)      Munculnya Perasaan / Mood yang Positif atau Positive Emotional Arousal
Kita cenderung tertarik atau suka kepada orang dimana kehadirannya berbarengan dengan munculnya perasaan positif, bahkan meski perasaan positif yang muncul tidak berkaitan dengan perilaku orang tersebut. Beberapa telaah menunjukkan bahwa kita cenderung tertarik kepada orang-orang yang kita jumpai saat sekeliling kita menyenangkan.

8)      Harga Diri yang Rendah
Dari hasil penelitian, Elaine Walster menarik kesimpulan, bahwa bila harga diri di rendahkan, hasrat afiliasi (bergabung dengan orang lain) bertambah, dan ia makin responsif untuk menerima kasih sayang orang lain.

9)      Kesukaan Secara Timbal Balik (Reciprocal Liking)
Ketika kita mengetahui orang lain menyukai kita, maka kita dapat mengharapkan ganjaran (reward) dari mereka. Karena itu, mengetahui kita disukai merupakan ganjaran yang menguatkan.

10)   Ketika yang Berlawanan Saling Tertarik : Saling Melengkapi (Complementary)

b.      Prinsip dasar  daya tarik sosial
1)      Teori kognitif
Menekankan proses berpikir sebagai dasar yang menentukan tingkah laku. Tingkah laku sosial dipandang sebagai suatu hasil atau akibat dari proses akal. Jika seseorang berpikir bahwa orang lain dapat memberikan keseimbangan terhadap apa yang kita cari maka kemungkinan besar kita akan menyukainya.

2)      Teori penguatan
Dasar teori ini cukup sederhana, yaitu bahwa orang ditarik oleh hadiah dan ditolak oleh hukuman. Semua ketertarikan antar pribadi diterangkan dalam hal belajar di mana untuk berhubungan secara positif dengan hadiah, dan untuk berhubungan secara negatif dengan perangsang hukuman. Kita kemudian akan lebih suka menjadi tertarik kepada orang-orang yang menghadiahi atau menghargai kita daripada orang-orang yang menghukum kita dengan kritikan atau menghina kita.

3)      Teori interaksionis (Mead)
Teori ini dikembangkan di dalam situasi alamiah di mana suatu keputusan selalu dihubungkan kepada situasi sosial di mana seseorang menemukan dirinya. Teori ini lebih menitikberatkan pada ketertarikan antar pribadi sebagai suatu konsep.

4)      Teori Pertukaran Sosial (untung-rugi) Peter Blau
Dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi.[4]

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Walgito, Bimo, Psikologi Sosial, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2003.
adikiteng.blogspot.com/2012/.../interaksi-sosial.ht... di akses tanggal 12 Maret 2013, jam 22.38
fajarnofriansyah.blog.esaunggul.ac.id/.../pengaruh... di akses tanggal 12 Maret 2013, jam 22.23
javeierdavid.blogspot.com/.../psikologi-sosial-kete.. di akses tanggal 13 Maret 2013, jam 22.46


[1] Bimo Walgito, Psikologi Sosial, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2003, hal. 65.
[2] adikiteng.blogspot.com/2012/.../interaksi-sosial.ht... di akses pada tanggal 12 Maret 2013, jam 22.38

[3] fajarnofriansyah.blog.esaunggul.ac.id/.../pengaruh..., di akses 12 Maret 2013, jam 22.23


[4] Diposkan oleh javeier david javeierdavid.blogspot.com/.../psikologi-sosial-kete.. di akses 13 Maret 2013, jam 22.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar